Walaupun pembaca tentunya semua sudah sedikit-sedikit
mengetahui apa yang telah diajarkan oleh Karl Marx itu, maka berguna pulalah
agaknya, jikalau kita disini mengingatkan, bahwa jasanya ahli-fikir ini ialah:-
ia mengadakan suatu pelajaran gerakan fikiran yang bersandar pada perbendaan
(Materialistische Dialectiek); - ia membentangkan teori, bahwa harganya barang-barang
itu ditentukan oleh banyaknya “kerja” untuk membikin barang-barang itu,
sehingga” kerja”ini ialah “wertbildende Subtanz”, dari barang-barang
itu(arbeids-waarde-leer); - ia membeberkan teori, bahwa hasil pekerjaan kaum
buruh dalam pembikinan barang itu adalah lebih besar harganya daripada yang ia
terima sebagai upah (meerwaarde);ia mengadakan suatu pelajaran riwayat yang
berdasar perikebendaan, yang mengajarkan, bahwa “bukan budi-akal manusialah
yang menentukan keadaanya, tetapi sebaliknya keadaannya berhubung dengan
pergaulan- hiduplah yang menentukan budi –akalnya”(materialistiche
geschiedenisopvatting); - ia mengadakan teori, bahea oleh karena “meerwaarde”
itu dijadikan kapital pula, maka kapital itu makin lama makin menjadi besar
(kapitaalsaccumulatie), sedang kapital-kapital yang kecil sama mempersatukan
diri jadi modal yang besar (kapitaalscentralisatie), dan bahwa, oleh karena
persaingan, perusahaan-perusahaan yang kecil sama mati terdesak
perusahaan-perusahaan yang besar, sehingga oleh desakan-desakan ini akhirnya
cuma tinggal beberapa perusahaan saja yang amat besar(kapitaals concentratie);
- dan ia mendirikan teori, yang dalam
aturan kemodalan ini nasibnya kaum buruh makin lama makin tak menyenangkan dan
menimbulkan dendam hati yang makin lama makin sangat (Verelendungstheorie); -
teori-teori mana, berhubung dengan kekurangan tempat, kita tidak bisa
menerangkan lebih lanjut pada pembaca-pembaca yang belum mengetahuinya.
http://pikiransoekarno.blogspot.com/
Meskipun musuh-musuhnya, diantara mana kaum anarchis, sama
menyangkal jasa-jasanya Marx yang kita sebutkan diatas ini, meskipun lebih dulu
, dalam tahun 1825, Adolphe Blanqui dengan cara historis-materialistis sudah
mengatakan bahwa riwayat itu “menetapkan kejadian-kejadiannya” sedang ilmu
ekonomi “menerangkan sebab-apa kejadian-kejadian itu terjadi”, meskipun teori
meerwaarde itu sudah dulu dilahirkan oleh ahli-ahli pikir sebagai Siamondi,
Thompson dan lain-lain; meskipun pula teori konsentrasi-modal atau
arbeldswaardelee itu ada bagian-bagiannya yang tak bisa mempertahankan diri
terhadap kritik musuhnya yang tak
jemu-jemu mencari-cari salahnya; - meskipun begitu, maka tetaplah, bahwa stelselnya
Karl Marx itu mempunyai pengertian yang penting dalam sifat bagian-bagiannya.
Tetaplah pula, walaupun teori-teori itu sudah lebih dulu dilahirkan oleh ahli
pikir lain, dirinya Marx-lah yang meski “bahasa”-nya itu kaum “alasan” sangat
berat dan sukarnya dengan terang-benderang menguraikan teori-teori itu bagi
kaum “tertindas dan sengsara yang melarat-pikiran itu dengan pahlawan-pahlawannya,
sehingga mengerti dengan terang-benderang. Dengan gampang saja, sebagai suatu
soal yang “sudah-mestinya-begitu”, mereka lalu mengerti teorinya atas
meerwaarde, lalu mengerti, bahwa simajikan itu lekas menjadi kaya oleh karena
ia tidak memberikan semua hasil pekerjaan padanya; mereka lalu saja bahwa
keadaan dan susunan ekonomilah yang menetapkan keadaan manusia tentang budi
akal, agama dan lain-lainnya. –bahwa manusia itu; er lat was er lat; mereka
lantas saja mengerti, bahwa kapitelisme itu akhirnya pastilah binasa, pastilah
lenyap diganti oleh susunan pergaulan-hidup yang lebih adil. –bahwa kaum “bursuasi”
itu “teristimewa mengadakan tukang-tukang penggali liang kuburnya”.
http://pikiransoekarno.blogspot.com/
Begitulah teori-teori yang dalam dan berat itu masuk
tulang-sumsumnya kaum buruh di Eropa, masuk pula tulang sumsumnya kaum buruh di
Amerika. Dan “tidaklah sebagai suatu hal yang ajaib, bahwa kepercayaan ini
telah masuk dalam berjuta-juta hati dan tiada suatu kekuasaan juapun dimuka
bumi ini yang dapat mencabut lagi daripadanya”. Sebagai tebaran benih yang
ditiup angin kemana-mana tempat, dan tumbuh pula dimana-mana ia jatuh, maka
benih Marxisme ini berakar dan bersulur dimana0mana pula, maka kaum “bursuasi”
sama menyiapkan diri dan berusaha membasmi tumbuhan-tumbuhan “bahaya proletar”
yang makin lama makin subur itu. Benih yang ditebar-tebarkan di Eropa itu,
sebagian telah diterbangkan oleh topan-zaman kearah khatulistiwa, terus ke
timur, hingga jatuh dan tumbuh diantara bukit-bukit dan gunung-gunung yang
tersebar disegenap kepulauan “sabuk-zamrud”, yang bernama Indonesia. Dengungnya
nyanyian “internasional”, yang dari sehari-kesehari menggetarkan udara barat,
sampai kuatlah hebatnya bergaung dan berkumandang diudara timur. . .
http://pikiransoekarno.blogspot.com/
Pergerakan Marxistis di Indonesia ini, ingkarlah sifatnya
kepada pergerakan yang berhaluan Nasionalistis, ingkarlah kepada pergerakan
yang berazas ke-Islam-an. Maka beberapa tahun yang lalu, keingkaran ini sudah
sudah menjadi suatu pertengkaran perselisihan faham dan pertengkaran sikap,
menjadi suatu pertengkaran saudara, sebagai yang sudah kita terangkan dimuka, menyuramkan
dan menggelapkan hati siapa yang mengutamakan perdamaian, menyuramkan dan
menggelapkan hati siapa yang mengerti, bahwa dalam pertengkaran yang demikian
itulah letaknya kesalahan kita. Kuburkanlah nasionalisme, kuburkanlah politik
cinta tanah-air, dan lenyapkanlah politik-keagamaan. –begitulah seakan-akan
lagu-perjuangan yang kita dengar. Sebab katanya; Bukankah Marx dan Engels telah
mengatakan bahwa “kaum buruh itu tak mempunyai tanah-air”? Katanya: Bukankah dalam
“Manifes Komunis” ada tertulis bahwa “komunisme itu melepaskan agama”? Katanya:
Bukankah Bibel telah mengatakan, bahwa “bukanlah Allah yang membikin manusia,
tetapi manusialah yang membikin-bikin Tuhan”?
http://pikiransoekarno.blogspot.com/
Dan sebaliknya! Pihak Nasionalis dan Islamis tak
berhenti-henti pula mencaci-maki pihak Marxis, mencaci-maki pergerakan yang “bersekutuan”
dengan orang asing itu, dan mencaci-maki pergerakan yang “mungkir” akan Tuhan.
Mencacipergerakan yang mengambil teladan akan negeri Rusia yang menurut
pendapatnya : azasnya sudah pailit dan terbukti tak dapat melaksanakan
cita-citanya yang memang sudah utopi, bahkan mendatangkan “kalang-kabutnya
negeri” dan bahaya-kelaparan dan hawa-penyakit yang mengorbankan nyawa
kurang-lebih limabelas juta manusia, suatu jumlah yang lebih besar dari pada
jumlahnya sekalian manusia yang binasa dalam peperangan besar yang akhir itu.
Demikian dengan bertambahnya tuduh-menuduh atas dirinya
masing-masing pemimpin, duduknya perselisihan beberapa tahun yang lalu: satu
sama lain sudah salah mengerti dan saling tidak mengindahkan.
Sebab taktik Marxisme yang baru, tidaklah menolak
pekerjaan-pekerjaan bersama-sama dengan Nasionalis dan Islamis di Asia. Takik Marxisme
yang baru, malahan menyokong pergerakan-pergerakan Nasionalis dan Islamis yang
sungguh-sungguh, Marxis yang masih saja bermusuhan dengan pergerakan-pergerakan
Nasionalis dan Islamis yang keras di Asia, Marxis yang demikian itu tak
mengikuti aliran zaman, dan tak mengerti akan taktik Marxisme yang sudah
berubah.
Sebaliknya, Nasionalis dan Islamis yang menunjuk-nunjuk akan
“pailitnya” Marxisme itu dan menunjuk-nunjuk akan bencana kekalang-kabutan dan
bencana-kelaparan yang telah terjadi oleh “prakteknya” faham marxisme itu. –mereka
menunjukkan tak mengertinya atas faham Marxisme, dan tak mengertinya atas
sebabnya terpelesetnya “prakteknya” tadi. Sebab tidaklah Marxisme sendiri
mengajarkan, bahwa sosialismenya itu hanya bisa tercapai dengan sungguh-sungguh
bilamana negeri-negeri yang besar-besar itu semuanya di-“sosialis”-kan?
http://pikiransoekarno.blogspot.com/
Bukankah “kejadian” sekarang ini jauh berlainan dari pada “voorwaarde”
(syarat) untuk terkabulnya maksud Marxisme itu?
http://pikiransoekarno.blogspot.com/
Utuk adilnya kitapunya hukuman terhadap “prakteknya” faham
Marxisme itu, maka haruslah kita ingat, bahwa ‘pailit” dan “kalang-kabutnya”-nya
negeri Rusia adalah dipercepat pula oleh penutupan atau blokade oleh semua
negeri-negeri musuhnya, dipercepat pula oleh hantaman dan serangan pada
empatbelas tempat oleh musuh-musuhnya sebagai Inggris, Perancis dan
jenderal-jenderal Koltchak, Denikin, Yudenttch dan Wrangel; dipercepat pula
oleh anti-propaganda yang dilakukan oleh hampir semua surat kabar diseluruh
dunia.
http://pikiransoekarno.blogspot.com/
Didalam pemandangan kita, maka musuh-musuhnya itu pulaharus
ikut bertanggung-jawab atas matinya limabelas juta orang yang sakit dan kelaparan
itu, dimana mereka menyokong pennyerangan Koltchak, Denikin, Yudenitch dan
Wrangel itu dengan harta dan benda; dimana umpamanya negeri Inggris, yang
membuang-buang berjuta-juta rupiah untuk menyokong penyerangan atas diri
sahabatnya yang dulu itu “telah mengotorkan nama Inggris didunia dengan menolak
memberi tiap-tiap bantuan pada kerja-penolongan” sisakit dan silapar itu;
dimana di Amerika, di Rumania, dan Hungaria pada saat terjadinya bencana itu
pula, karena terlalu banyaknya gandum, orang sudah memakai gandum itu untuk
kayu bakar, sedang dinegeri Rusia orang-orang didistrik Samara makan daging
anak-anaknya sendiri oleh karena laparnya.
http://pikiransoekarno.blogspot.com/
Bahwa sesungguhnya luhurlah sikapnya H.G. Wells, penulis
Inggris yang masyur itu, seorang yang bukan Komunis, dimana ia dengan tak
memihakpada siapa juga, menulis bahwa, umpamanya kaum Bolshevik itu “tidak
dirintang-rintangi mereka barangkali bisa menyelesaikan suatu ekperimen
(percobaan) yang maha-besar faedahnya bagi perikemanusiaan . . . Tetapi dirintang-rintangi”. (bersambung.....!!)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar